|
Eksperimen ini melibatkan 400 sukarelawan, berusia 18 hingga 84 tahun, pria dan wanita dari berbagai profesi, baik yang merasa hidupnya beruntung maupun yang merasa tidak beruntung alias sial.
Para sukarelawan ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu "kelompok beruntung" dan "kelompok sial".
Sekedar untuk penggambaran saja, seorang sukarelawan yang masuk dalam kelompok sial bernama Carolyn, berusia 34 tahun, memiliki kisah yang menarik mengenai kenapa ia merasa termasuk orang yang kurang beruntung. Dalam waktu satu minggu ini saja, ia sudah membuat deretan nasib sial, antara lain: terkilir di pergelangan kaki, lalu di lain musibah punggungnya cedera, dan dia menabrak pohon ketika memundurkan mobil dalam sebuah kursus menyetir mobil. Padahal, sudah 3 tahun ini ia berusaha mendapatkan SIM.
Hitung Foto Dalam Koran
Eksperimen yang menurut saya menarik adalah eksperimen "hitung foto dalam koran" di mana para sukarelawan diminta untuk menghitung jumlah foto yang ada dalam koran yang telah disediakan.
Orang-orang yang masuk dalam kelompok sial mampu menyelesaikan tugas ini dalam waktu rata-rata 2 menit. Sedangkan yang kelompok beruntung, rata-rata bisa menyelesaikan tugas ini dalam waktu beberapa detik saja. Mengapa demikian?
Ternyata, di halaman 2 pada koran tersebut terdapat pesan "berhentilah menghitung, ada 52 foto dalam koran ini". Pesan itu dicetak setengah halaman dengan huruf setinggi 2 inci.
Sukarelawan dalam kelompok sial, rata-rata tidak melihat pesan ini, dan terus menghitung sampai halaman koran terakhir.
Dalam eksperimen ini, terselip juga pesan di suatu halaman koran yang berbunyi "berhentilah menghitung, tunjukkan pesan ini pada penyelenggara eksperimen, dan Anda akan memperoleh hadiah". Dan lagi-lagi, orang yang berada dalam kelompok sial rata-rata melewatkan pesan ini.
Sukarelawan dalam kelompok sial rupanya terlalu fokus pada apa yang mereka kerjakan dan melewatkan berbagai peluang yang ada disekitarnya.
Menemukan Titik Di Layar
Di eksperimen ke dua, para sukarelawan diminta untuk menemukan titik di sebuah layar. Dan untuk meningkatkan rasa grogi para sukarelawan, penyelenggara eksperimen mengumumkan bahwa tersedia hadiah bagi mereka yang menemukan titik di tengah layar.
Sebetulnya, tidak pernah ada titik yang muncul di tengah layar. Titik hanya muncul di salah satu sudut layar secara sekilas.
Sukarelawan yang masuk dalam kelompok beruntung mampu melihat titik tersebut dan tahu di sudut mana titik itu muncuk di layar. Sementara, lebih dari sepertiga sukarelawan yang ada di kelompok sial gagal menemukan titik itu, dan mengatakan titiknya tidak muncul sama sekali.
Hasil Dari Eksperimen
Pada umumnya, sukarelawan yang masuk dalam kelompok sial rupanya memiliki ketegangan emosional yang lebih tinggi dibanding sukarelawan yang masuk dalam kelompok beruntung. Ketegangan emosi ini rupanya menghambat seseorang untuk melihat peluang-peluang lain yang bisa ia raih.
Ketegangan emosional juga membuat sukarelawan yang masuk dalam kelompok sial sering kali tidak mengindahkan intuisinya dalam membuat keputusan yang menguntungkan.
Ketegangan emosional pulalah yang membuat mereka ini kurang tegar dalam menghadapi kegagalan, dan menganggap kegagalan merupakan bagian dari nasib sial. Kondisi inilah yang membuat mereka sulit merubah kondisi buruk menjadi kondisi yang lebih baik.
Dalam eksperimen tersebut juga terungkap bahwa orang yang masuk dalam kelompok beruntung bersikap lebih terbuka dan lebih relaks. Mereka tidak fokus hanya meraih satu hal saja, tapi membuka pandangannya dengan lebih luas hingga mampu menangkap lebih banyak kesempatan dan peluang. Seseorang bisa saja gagal meraih sesuatu yang menjadi tujuannya, namun ia bisa saja memperoleh lebih banyak hal lain yang ada di sekitarnya.
Orang yang termasuk dalam kelompok sial terlalu berfokus pada satu hal dan satu tempat saja, meskipun sebetulnya peluangnya muncul di tempat lain. Hal inilah yang terungkap lewat eksperimen "menemukan titik di layar". Semakin mereka berfokus, sebetulnya semakin sedikit pula peluang yang ia lihat.
Setelah melakukan eksperimen ini, sang doktor menyelenggarakan pelatihan bagi mereka yang merasa kurang beruntung, untuk mengadopsi prinsip-prinsip dasar yang diperoleh dari orang-orang yang merasa beruntung. Hasilnya? Boljug deh pokoknya. Sekedar contoh, salah satu peserta bernama Carolyn yang telah saya kisahkan di atas, telah 1 bulan tidak mengalami cedera, dan akhirnya ia berhasil mendapatkan SIM setelah berusaha 3 tahun lamanya.
Lumayan ya hasilnya? Sesuatu deh, pokoknya. Ini dia video wawancara dengan sang peneliti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar